Jumat, 10 Desember 2010

Para Ahli Astronom Telah Menemukan Lubang Hitam Baru

Pengamatan yang dilakukan menggunakan X-ray mengatakan supernova yang dijuluki SN 1979C merupakan lubang hitam yang sedang terbentuk, ujar sebuah regu ahli astronomi yang berasal dari Amerika Serikat dan Eropa.

"Jika perkiraan kami benar, itu merupakan contoh terdekat bagi pengamatan penciptaan sebuah lubang hitam," ujar seorang ahli Astrofisika dari Harvard-Smithsonian Center di Massachusetts, Daniel Patnaude, yang memimpin penelitian itu.
 
 
Seorang ahli astronomi amatir dari Maryland, Gus Johnson, menemukan supernova pada 1979 di tepi sebuah galaksi yang bernama M100, kemudian para ahli astronomi lain meneliti hal tersebut setelah penemuannya.

Cahaya dan X-ray dari pecahan telah memakan waktu selama 50 juta tahun untuk menuju ke bumi dengan kecepatan cahaya sebesar 300.000 kilometer per-detik atau sekitar 10 triliun kilometer per-tahunnya.


Pusat Pengamatan X-ray Chandra milik NASA, Badan Antariksa Eropa XMM-Newton, dan Pusat Pengamatan Rosat milik Jerman telah menyaksikan bahwa itu memancarkan sumber X-ray stabil yang terang.


Analisis X-ray mendukung ide bahwa benda yang diamati merupakan lubang hitam dan itu juga akan menarik masuk benda yang jatuh dari sebuah supernova atau mungkin dari bintang kembar, ujar para ahli astronomi.


Para ilmuwan percaya bahwa lubang hitam dapat tercipta melalui beberapa cara yang dalam hal ini karena sebuah bintang yang berukuran sekitar 20 kali massa dari Matahari yang akan menjadi supernova dan kemudian meledak menjadi beberapa benda yang padat yang menghisap benda-benda di sekitarnya kedalam inti lubang hitam itu.

Sumber :
www.taukahkamu.com

Senin, 06 Desember 2010

Sejarah kota Bangkalan Madura

Bangkalan

Bangkalan dulunya lebih dikenal dengan sebutan Madura barat. Penyebutan ini, mungkin lebih ditekankan pada alasan geografis. Soalnya, Kabupaten Bangkalan memang terletak di ujung barat Pulau Madura. Dan, sejak dulu, Pulau Madura memang sudah terbagi-bagi. Bahkan, tiap bagian memiliki sejarah dan legenda sendiri-sendiri. Berikut laporan wartawan Radar Madura di Bangkalan, Risang Bima Wijaya secara bersambung.
Menurut legenda, sejarah Madura barat bermula dari munculnya seorang raja dari Gili Mandangin (sebuah pulau kecil di selat Madura) atau lebih tepatnya di daerah Sampang. Nama raja tersebut adalah Lembu Peteng, yang masih merupakan putra Majapahit hasil perkawinan dengan putri Islam asal Campa. Lembu Peteng juga seorang santri Sunan Ampel. Dan, Lembu Peteng-lah yang dikenal sebagai penguasa Islam pertama di Madura Barat.
Namun dalam perkembangan sejarahnya, ternyata diketahui bahwa sebelum Islam, Madura pernah diperintah oleh penguasa non muslim, yang merupakan yang berasal dari kerajaan Singasari dan Majapahit. Hal ini diperkuat dengan adanya pernyataan Tome Pires (1944 : 227) yang mengatakan, pada permulaan dasawarsa abad 16, raja Madura belum masuk Islam. Dan dia adalah seorang bangsawan mantu Gusti Pate dari Majapahit.
Pernyataan itu diperkuat dengan adanya temuan – temuan arkeologis, baik yang bernafaskan Hindu dan Bhudda. Temuan tersebut ditemukan di Desa Kemoning, berupa sebuah lingga yang memuat inskripsi. Sayangnya, tidak semua baris kalimat dapat terbaca. Dari tujuh baris yang terdapat di lingga tersebut, pada baris pertama tertulis, I Caka 1301 (1379 M), dan baris terakhir tertulis, Cadra Sengala Lombo, Nagara Gata Bhuwana Agong (Nagara: 1, Gata: 5, Bhuwana: 1, Agong: 1) bila dibaca dari belakang, dapat diangkakan menjadi 1151 Caka 1229 M.
Temuan lainnya berupa fragmen bangunan kuno, yang merupakan situs candi. Oleh masyarakat setempat dianggap reruntuhan kerajaan kecil. Juga ditemukan reruntuhan gua yang dikenal masyarakat dengan nama Somor Dhaksan, lengkap dengan candhra sengkala memet bergambar dua ekor kuda mengapit raksasa.
Berangkat dari berbagai temuan itulah, diperoleh gambaran bahwa antara tahun 1105 M sampai 1379 M atau setidaknya masa periode Singasari dan Majapahit akhir, terdapat adanya pengaruh Hindu dan Bhudda di Madura barat.
Sementara temuan arkeologis yang menyatakan masa klasik Bangkalan, ditemukan di Desa Patengteng, Kecamatan Modung, berupa sebuah arca Siwa dan sebuah arca laki-laki. Sedang di Desa Dlamba Daja dan Desa Rongderin, Kecamatan Tanah Merah, terdapat beberapa arca, di antaranya adalah arca Dhayani Budha.
Temuan lainnya berupa dua buah arca ditemukan di Desa Sukolilo Barat Kecamatan Labang. Dua buah arca Siwa lainnya ditemukan di pusat kota Bangkalan. Sementara di Desa Tanjung Anyar Bangkalan ditemukan bekas Gapura, pintu masuk kraton kuno yang berbahan bata merah.
Di samping itu, berbagai temuan yang berbau Siwais juga ditemukan di makam-makam raja Islam yang terdapat di Kecamatan Arosbaya. Arosbaya ini pernah menjadi pusat pemerintahan di Bangkalan. Misalnya pada makam Oggo Kusumo, Syarif Abdurrachman atau Musyarif (Syech Husen). Pada jarak sekitar 200 meter dari makam tersebut ditemukan arca Ganesha dan arca Bhirawa berukuran besar.
Demikian pula dengan temuan arkeologis yang di kompleks Makam Agung Panembahan Lemah Duwur, ditemukan sebuah fragmen makam berupa belalai dari batu andesit.
Dengan temuan-temuan benda kuno yang bernafaskan Siwais di makam-makam Islam di daerah Arosbaya itu, memberi petunjuk bahwa Arosbaya pernah menjadi wilayah perkembangan budaya Hindu. Penemuan benda berbau Hindu pada situs-situs Islam tersebut menandakan adanya konsinyuitas antara kesucian. Artinya, mandala Hindu dipilih untuk membangun arsitektur Islam.
Arosbaya merupakan pusat perkembangan kebudayaan Hindu di Madura Barat (Bangakalan) semakin kuat dengan adanmya temuan berupa bekas pelabuhan yang arsitekturnya bernafaskan Hindu, dan berbentuk layaknya sebuah pelabuhan Cina. (Risang Bima Wijaya)

Sejarah Kabupaten Pamekasan Madura

Sejarah Kabupaten Pamekasan Madura

mesjid-pamekasan-135x100 Sejarah Kabupaten Pamekasan MaduraKabupaten Pamekasan lahir dari proses sejarah yang cukup panjang. Istilah Pamekasan sendiri baru dikenal pada sepertiga abad ke-16, ketika Ronggosukowati mulai memindahkan pusat pemerintahan dari Kraton Labangan Daja ke Kraton Mandilaras. Memang belum cukup bukti tertulis yang menyebutkan proses perpindahan pusat pemerintahan sehingga terjadi perubahan nama wilayah ini. Begitu juga munculnya sejarah pemerintahan di Pamekasan sangat jarang ditemukan bukti-bukti tertulis apalagi prasasti yang menjelaskan tentang kapan dan bagaimana keberadaannya.
Kemunculan sejarah pemerintahan lokal Pamekasan, diperkirakan baru diketahui sejak pertengahan abad ke-15 berdasarkan sumber sejarah tentang lahirnya mitos atau legenda Aryo Menak Sunoyo yang mulai merintis pemerintahan lokal di daerah Proppo atau Parupuk. Jauh sebelum munculnya legenda ini, keberadaan Pamekasan tidak banyak dibicarakan. Diperkirakan, Pamekasan merupakan bagian dari pemerintahan Madura di Sumenep yang telah berdiri sejak pengangkatan Arya Wiraraja pada tanggal 13 Oktober 1268 oleh Kertanegara.
Jika pemerintahan lokal Pamekasan lahir pada abad 15, tidak dapat disangkal bahwa kabupaten ini lahir pada jaman kegelapan Majapahit yaitu pada saat daerah-daerah pesisir di wilayah kekuasaan Majapahit mulai merintis berdirinya pemerintahan sendiri.
Berkaitan dengan sejarah kegelapan Majapahit tentu tidak bisa dipungkiri tentang kemiskinan data sejarah karena di Majapahit sendiri telah sibuk dengan upaya mempertahankan bekas wilayah pemerintahannya yang sangat besar, apalagi saat itu sastrawan-sastrawan terkenal setingkat Mpu Prapanca dan Mpu Tantular tidak banyak menghasilkan karya sastra. Sedangkan pada kehidupan masyarakat Madura sendiri, nampaknya lebih berkembang sastra lisan dibandingkan dengan sastra tulis Graaf (2001) menulis bahwa orang Madura tidak mempunyai sejarah tertulis dalam bahasa sendiri mengenai raja-raja pribumi pada zaman pra-islam.
Tulisan-tulisan yang kemudian mulai diperkenalkan sejarah pemerintahan Pamekasan ini pada awalnya lebih banyak ditulis oleh penulis Belanda sehingga banyak menggunakan Bahasa Belanda dan kemudian mulai diterjemahkan atau ditulis kembali oleh sejarawan Madura, seperti Zainal fatah ataupun Abdurrahman. Memang masih ada bukti-bukti tertulis lainnya yang berkembang di masyarakat, seperti tulisan pada daun lontar atau Layang Madura, namun demikian tulisan pada layang inipun lebih banyak menceritakan sejarah kehidupan para Nabi (Rasul) dan sahabatnya, termasuk juga ajaran-ajaran agama sebagai salah satu sumber pelajaran agama bagi masyarakat luas.
Masa pencerahan sejarah lokal Pamekasan mulai terungkap sekitar paruh kedua abad ke-16, ketika pengaruh Mataram mulai masuk di Madura, terlebih lagi ketika Ronggosukowati mulai mereformasi pemerintahan dan pembangunan di wilayahnya. Bahkan, raja ini disebut-sebut sebagai raja Pertama di Pamekasan yang secara terang-terangan mulai mengembangkan Agama Islam di kraton dan rakyatnya.
Hal ini diperkuat dengan pembuatan jalan Se Jimat, yaitu jalan-jalan di Alun-alun kota Pamekasan dan mendirikan Masjid Jamik Pamekasan. Namun demikian, sampai saat ini masih belum bisa diketemukan adanya inskripsi ataupun prasasti pada beberapa situs peninggalannya untuk menentukan kepastian tanggal dan bulan pada saat pertama kali ia memerintah Pamekasan.
Bahkan zaman pemerintahan Ronggosukowati mulai dikenal sejak berkembangnya legenda kyai Joko Piturun, pusaka andalan Ronggosukowati yang diceritakan mampu membunuh Pangeran Lemah Duwur dari Aresbaya melalui peristiwa mimpi. Padahal temuan ini sangat penting karena dianggap memiliki nilai sejarah untuk menentukan Hari Jadi Kota Pamekasan.
Terungkapnya sejarah pemerintahan di Pamekasan semakin ada titik terang setelah berhasilnya invansi Mataram ke Madura dan merintis pemerintahan lokal dibawah pengawasan Mataram. Hal ini dikisahkan dalam beberapa karya tulis seperti Babad Mataram dan Sejarah Dalem serta telah adanya beberapa penelitian sejarah oleh Sarjana barat yang lebih banyak dikaitkan dengan perkembangan sosial dan agama, khususnya perkembangan Islam di Pulau Jawa dan Madura, seperti Graaf dan TH. Pigeaud tentang kerajaan Islam pertama di Jawa dan Benda tentang Matahari Terbit dan Bulan Sabit, termasuk juga beberapa karya penelitian lainnya yang menceritakan sejarah Madura.
Masa-masa berikutnya yaitu masa-masa yang lebih cerah sebab telah banyak tulisan berupa hasil penelitian yang didasarkan pada tulisan-tulisan sejarah Madura termasuk Pamekasan dari segi pemerintahan, politik, ekonomi, sosial dan agama, mulai dari masuknya pengaruh Mataram khususnya dalam pemerintahan Madura Barat (Bangkalan dan Pamekasan), masa campur tangan pemerintahan Belanda yang sempat menimbulkan pro dan kontra bagi para Penguasa Madura, dan menimbulkan peperangan Pangeran Trunojoyo dan Ke’ Lesap, dan terakhir pada saat terjadinya pemerintahan kolonial Belanda di Madura.
Pada masa pemerintahan Kolonial Belanda inilah, nampaknya Pamekasan untuk perkembangan politik nasional tidak menguntungkan, tetapi disisi lain, para penguasa Pamekasan seperti diibaratkan pada pepatah Buppa’, Babu’, Guru, Rato telah banyak dimanfaatkan oleh pemerintahan Kolonial untuk kerentanan politiknya. Hal ini terbukti dengan banyaknya penguasa Madura yang dimanfaatkan oleh Belanda untuk memadamkan beberapa pemberontakan di Nusantara yang dianggap merugikan pemerintahan kolonial dan penggunaan tenaga kerja Madura untuk kepentingan perkembangan ekonomi Kolonial pada beberapa perusahaan Barat yang ada didaerah Jawa, khususnya Jawa Timur bagian timur (Karisidenan Basuki).
Tenaga kerja Madura dimanfaatkan sebagai tenaga buruh pada beberapa perkebunan Belanda. Orang-orang Pamekasan sendiri pada akhirnya banyak hijrah dan menetap di daerah Bondowoso. Walaupun‚ sisi lain, seperti yang ditulis oleh peneliti Belanda masa Hindia Belanda telah menyebabkan terbukanya Madura dengan dunia luar yang menyebabkan orang-orang kecil mengetahui system komersialisasi dan industrialisasi yang sangat bermanfaat untuk gerakan-gerakan politik masa berikutnya dan muncul kesadaran kebangsaan, masa Hindia Belanda telah menorehkan sejarah tentang pedihnya luka akibat penjajahan yang dilakukan oleh bangsa asing.
Memberlakukan dan perlindungan terhadap system apanage telah membuat orang-orang kecil di pedesaan tidak bisa menikmati hak-haknya secara bebas. Begitu juga ketika politik etis diberlakukan, rakyat Madura telah diperkenalkan akan pentingnya pendidikan dan industri, tetapi disisi lain, keuntungan politik etis yang dinikmati oleh rakyat Madura termasuk Pamekasan harus ditebus dengan hancurnya ekologi Madura secara berkepanjangan, atau sedikitnya sampai masa pemulihan keadaan yang dipelopori oleh Residen R. Soenarto Hadiwidjojo. Bahwa pencabutan hak apanage yang diberikan kepada para bangsawan dan raja-raja Madura telah mengarah kepada kehancuran prestise pemegangnya yang selama beberapa abad disandangnya.
Perkembangan Pamekasan, walaupun tidak terlalu banyak bukti tertulis berupa manuskrip ataupun inskripsi nampaknya memiliki peran yang cukup penting pada pertumbuhan kesadaran kebangsaan yang mulai berkembang di negara kita pada zaman Kebangkitan dan Pergerakan Nasional.
Banyak tokoh-tokoh Pamekasan yang kemudian bergabung dengan partai-partai politik nasional yang mulai bangkit seperti Sarikat Islam dan Nahdatul Ulama diakui sebagai tokoh nasional. Kita mengenal Tabrani, sebagai pencetus Bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan yang mulai dihembuskan pada saat terjadinya Kongres Pemuda pertama pada tahun 1926, namun terjadi perselisihan faham dengan tokoh nasional lainnya di kongres tersebut. Pada Kongres Pemuda kedua tahun 1928 antara Tabrani dengan tokoh lainnya seperti Mohammad Yamin sudah tidak lagi bersilang pendapat.
Pergaulan tokoh-tokoh Pamekasan pada tingkat nasional baik secara perorangan ataupun melalui partai-partai politik yang bermunculan pada saat itu, ditambah dengan kejadian-kejadian historis sekitar persiapan kemerdekaan yang kemudian disusul dengan tragedi-tragedi pada zaman pendudukan Jepang ternyata mampu mendorong semakin kuatnya kesadaran para tokoh Pamekasan akan pentingnya Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang kemudian bahwa sebagian besar rakyat Madura termasuk Pamekasan tidak bisa menerima terbentuknya negara Madura sebagai salah satu upaya Pemerintahan Kolonial Belanda untuk memecah belah persatuan dan kesatuan bangsa.
Melihat dari sedikitnya, bahkan hampir tidak ada sama sekali prasasti maupun inskripsi sebagai sumber penulisan ini, maka data-data ataupun fakta yang digunakan untuk menganalisis peristiwa yang terjadi tetap diupayakan menggunakan data-data sekunder berupa buku-buku sejarah ataupun Layang Madura yang diperkirakan memiliki kaitan peristiwa dengan kejadian sejarah yang ada. Selain itu diupayakan menggunakan data primer dari beberapa informan kunci yaitu para sesepuh Pamekasan.
Sumber : www.pamekasan.go.id

Senin, 29 November 2010

Pancaran Air Hidup

Berkomunikasi Dengan Yesus 

Bacaan  : Lukas 10:13-16Nats                        : ayat 16Pujian    : KJ. 453Barangsiapa mendengarkan kamu, ia mendengarkan Aku; dan barangsiapa menolak kamu, ia menolak Aku; dan barangsiapa menolak Aku, ia menolak Dia yang mengutus Aku. 

Mungkin kita pernah mendengar tentang pertemuan melalui telepon. Orang yang sedang berbicara dihubungkan satu sama lain. Dengan cara ini kita dapat mengadakan pertemuan dengan orang-orang yang tersebar di seluruh dunia. Sekarang ini, sangatlah mungkin untuk mengadakan komunikaasi jarak jauh dan kita dapat secara langsung melihat satu sama lain. 
Yesus tentu saja tidak menggunakan sarana “berbincang” atau “pertemuan melalui telepon” tersebut. Apa yang digambarkan tersebut di atas adalah sebuah metafora, artinya sebagai gambaran yang berdasarkan persamaan atau perbandingan. Gambaran tersebut bisa digunakan untuk menggambarkan apa yang terjadi pada Yesus dan kita sebagai para murid-Nya. Pada saat kita berhubungan dengan pribadi Yesus, kita juga sedang “online” dengan Bapa. Ketika kita sedang berhubungan dengan para murid yang sedang mendengarkan Yesus, kita sekaligus sedang menggabungkan diri dengan Yesus, dan melalui diri-Nya menuju ke Bapa. “Barangsiapa mendengarkan kamu, ia mendengarkan Aku dan barangsiapa menolak kamu, ia menolak Dia yang mengutus Aku”.
Itulah jaringan kerja yang terjadi di komunitas kita. Saat kita mendengarkan Kabar Gembira, Ia datang untuk memaklumkan kabar sukacita ke seluruh dunia. Yesus berharap agar kita semua dapat berhubungan dengan-Nya, menerima sinyal-Nya dengan jelas dan cepat, dan dapat menghayati hidup kita dengan lebih baik berdasarkan data sukacita yang kita terima.
Kami mohon dan berusaha untuk memiliki hati yang peka terhadap suara-Mu dan berkomunikasi dengan-Mu.


gkjw.web.id

Sejarah GKJW, Bermula dari Pasar Hewan

Adalah Johanes Emde, yang lahir di tengah keluarga Kristen dari gereja yang beraliran pietisme (yang mementingkan kesalehan hidup). Sebagai petualang, pada 1811 ia kemudian tinggal di Surabaya dan menjadi seorang tukang arloji. Istrinya, Amarentia Manuel adalah seorang putri priyayi Jawa*.
Pada waktu Pdt. Bruckner -pendeta generasi pertama utusan NZG, badan pekabaran Injil Belanda ke tanah Jawa- menerjemahkan Kitab Suci dalam bahasa Jawa, ia mendapatkan salinannya.
Dalam pandangan Emde dan istrinya, buku tersebut lebih baik disebarluaskan kepada orang-orang Jawa. Lewat perantaraan anak gadisnya (nama?), buku ini diterima penjaja sarung keris (mranggi) yang kemudian dikenal namanya Pak Midah, seorang Madura dari kampung Pegirikan, Surabaya. Peristiwa yang terjadi di pasar hewan pada 1826 ini berlangsung begitu saja, tidak ada kelanjutan apa-apa.
Karena tidak bisa membaca, buku (lebih tepatnya traktat) tersebut diberikan kepada Pak Dasimah, seorang Jawa yang tinggal di daerah Wiyung. Sebagai seorang modin desa, ia lantas berusaha mengerti apa isi dari traktat itu. Mereka merasa heran dan tertarik dengan tulisan pembukanya. Terlebih lagi dengan kata “Putra Allah” dalam sebuah kalimat Purwane Evangelion Saking Yesus Kristus Putrane Allah (”Inilah permulaan Injil tentang Yesus Kristus, Anak Allah”).
Ternyata yang sedang mereka baca adalah terjemahan Injil Markus. Meski tidak mengerti, mereka terus berusaha menggumuli ‘buku aneh’ tersebut. Apakah mungkin Allah yang Esa memiliki anak? Pengertian yang sangat bertolak belakang dengan kepercayaan yang dimilikinya. Elmu baru apakah ini?
***
Pada saat hampir bersamaan, Coenraad Laurens Coolen, kelahiran Semarang tapi peranakan Rusia-Jawa menjadi seorang sinder blandong (pengawas kehutanan Belanda). Meski ia dididik secara keras agama Kristen, tapi berkat pergaulan yang erat dengan penduduk desa, ia sangat paham dengan ngelmu Jawa.
Pada 1827 Coolen berhenti dari jabatan sinder blandong dan meminta izin membuka hutan di Ngoro (sebelah selatan Jombang). Beberapa waktu lamanya, tempat ini menjadi sangat ramai.Coolen menjadi seorang pemimpin baru. Pada waktu inilah ia juga menerjemahkan Pengakuan Iman Rasuli, 10 Hukum, dan Doa Bapa Kami ke alam bahasa Jawa.
Sekitar tahun 1835 (mungkin 1833) berlangsung upacara perkawinan di desa Wonokuli, dekat Wiyung. Perayaan ini dilangsungkan di rumah Kyai Kunthi, seorang yang sering pergi ke Ngoro dan tinggal beberapa bulan lamanya.
Dalam acara ini, hadir juga Pak Sadimah, salah seorang sahabat Pak Dasimah yang sering mengikuti kumpulan di Wiyung untuk membicarakan ngelmu baru Injil Markus. Ia mendengar kesamaan antara doa yang diucapkan oleh Kyai Kunthi dengan buku yang dipelajarinya.
Saat itu Kyai Kunti tengah melafalkan Pengakuan Iman Rasuli gubahan Coolen. Selama mendengarkan doa itu, Pak Sadimah mengerti bahwa dalam doa-doa itu disebut nama Yesus Kristus, Anak Allah, sama dengan yang mereka pelajari selama ini.
Kejadian ini lalu diceritakan kepada Pak Dasimah. Bukan main senangnya ia. Lalu, bersama kawan-kawannya mereka berangkat ke Ngoro untuk mendengar langsung pengajaran dari Coolen. Oleh Kyai Kunthi mereka diperkenalkan kepada Ditotruno, seorang pembantu Coolen yang mengurusi Desa Ngoro, sebelum akhirnya mereka bertemu langsung dengan Coolen sendiri.
Coolen tentu saja heran melihat kegigihan orang-orang Jawa asal Wiyung ini, karena mereka harus berjalan kaki 25 jam lamanya. Sejak itu, rombongan dari Wiyung ini meguru (berguru) kepada Coolen. Namun mengingat biayanya banyak, belum lagi jalan yang dilalui berat dan sukar, maka selama 5 tahun itu, sekali dalam setahun mereka berkunjung ke Ngoro. Beberapa bulan lamanya mereka mendapat berbagai pengajaran tentang agama Kristen. Sekembalinya mereka ke Wiyung, mereka mengadakan kebaktian setiap hari Minggu, seperti pengajaran yang diberikan Coolen.
***
Pada tahun 1840-1841, sebuah peristiwa yang tidak bisa dianggap kebetulan terjadi lagi. Anak Pak Dasimah yang bekerja sebagai pemotong rumput menawarkan rumputnya ke rumah Emde. Oleh istri Emde, ia ditanya tentang berbagai hal hingga membuatnya yakin bahwa anak Pak Dasimah ini memiliki pengetahuan yang lebih tentang agama Kristen. Oleh karena itu Emde dan istrinya berniat mengundang orang tuanya.
Akhirnya terjadi jua pertemuan itu. Sikap baik ditunjukkan oleh keluarga Emde. Selanjutnya, Emde juga mengunjungi orang-orang Kristen di Wiyung. Hal ini sangat mengherankan Pak Dasimah dan kawan-kawannya karena cara suami-istri ini berbeda dengan Coolen. Selanjutnya mereka menerima berbagai ajaran tentang agama Kristen. Salah satunya adalah soal baptisan, bahan pengajaran yang tidak mereka terima saat berada di Ngoro.
Dengan penuh keyakinan, orang-orang Wiyung ini menghadap Emde agar diperkenankan mengikuti sakramen Baptis, karena mereka sudah percaya kepada Tuhan Yesus Kristus, sudah merasa sebagai orang Kristen. Akhirnya mereka diperkenalkan dengan AW Meyer, pendeta yang menggembalakan jemaat Belanda di kota Surabaya.
Akhirnya, pada 12 Desember 1843, sebanyak 35 orang (18 laki-laki, 12 wanita dan 5 orang anak) menerima sakramen pembabtisan. Tanggal inilah yang pada tahun 1993 lalu diperingati sebagai hari I baptisan cikal bakal GKJW.
Setelah peristiwa ini, Pak Dasimah dan kawan-kawan berkunjung kembali ke saudara-saudara mereka di Ngoro dan meminta penjelasan tentang baptisan ini. Coolen sebenarnya tidak menghendaki jikalau manusia Jawa merasa menjadi sesama orang Belanda. Ia khawatir, dengan baptisan itu mereka menjadi sombong dan merasa diri sama dengan orang Belanda. Karena itu ia marah setelah mengetahui bahwa mereka telah dibaptis.
Pak Dasimah dan para sahabatnya diusir dan dilarang tinggal di Ngoro. Tetapi sebelum pergi, semalam suntuk mereka membicarakan hal itu dengan saudara-saudara di Ngoro. Beberapa orang di antaranya kemudian mengikuti jejak Pak Dasimah dan kawan-kawan untuk mendapatkan baptisan. Ditotruno, salah seorang di antaranya pun mengalami peristiwa serupa. Ia diusir dari Ngoro.
GKJW MojowarnoNamun demikian, Ditotruno yang diberi nama baptis Kyai Abisai justru hendak mengikuti jejak Coolen. Ia ingin membuka hutan sendiri. Daerah yang menjadi pilihannya ada di sebelah utara desa Ngoro, kira-kira 10 km jauhnya. Hutan angker bernama Dagangan itu berhasil dibukanya. Banyak orang tertarik sehingga desa ini berkembang pesat. Nama Dagangan kemudian diganti menjadi Mojowarno, karena letaknya tidak begitu jauh dari peninggalan kerajaan Majapahit.
Orang-orang Kristen yang jumlahnya semakin bertambah banyak dan tersebar di mana-mana itu kemudian membentuk pasamuwan-pasamuwan (jemaat). Hingga pada tahun 1931, tepatnya tanggal 11 Desember menggabungkan diri dalam sebuah persekutuan gerejawi bernama Oost Javaansche Kerk (Pasamuwan-pasamuwan Kristen ing tanah Djawi Wetan).
Perlu diketahui bahwa penggunaan nama Greja Kristen Jawi Wetan (sengaja mempergunakan ejaan bahasa Jawa) tidak dimaksudkan bahwa GKJW sebagai gereja suku. Nama ini hanya menunjukkan tempat (gereja teritorial). Artinya, GKJW terbuka bagi siapa saja yang ingin menjadi jemaatnya. Kenapa hanya di Jawa Timur? Karena di sanalah ladang pelayanannya, bumi tempatnya berpijak. Di luar Jawa Timur, GKJW mengakui keberadaan rekan kerja Allah yang lain.
Sampai sekarang ini, jumlah warga GKJW sudah berkembang menjadi 148.000 orang. Terdiri atas 152 jemaat yang tersebar di 12 Majelis Daerah (klasis), dengan jumlah pepanthan (calon jemaat) sebanyak + 400. Adapun bahasa yang dipakai dalam ibadah minggu beragam, mulai Indonesia, Jawa, Madura (khusus di Sumberpakem), sampai Inggris (temporer di Malang).
Dalam hubungan oikumenis, GKJW terlibat dalam Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI wilayah Jawa Timur-Surabaya dan pusat-Jakarta), Christian Conference of Asia (CCA-Hongkong), World Alliance of Reformed Church (WARC-Genewa), World Council of Churches (WCC-Genewa), United Evangelical Mission (UEM-Germany).
Sementara, dalam hubungan dengan lembaga lain, GKJW terlibat dengan Universitas Kristen Duta Wacana (UKDW-Yogyakarta), Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW-Salatiga), Sekolah Tinggi Theologia (STT-Jakarta).
Selain itu, secara intern aktivitas pelayanan GKJW juga merambah pada misi sosialnya. Antara lain lewat Yayasan Kesehatan (YK GKJW) untuk bidang kesehatan. Yasasan Badan Pendidikan Kristen (YBPK GKJW) untuk bidang pendidikan. Lembaga Pendampingan Masyarakat (LPM GKJW) untuk bidang sosial. Pokja Peningkatan Ekonomi Warga (Pokja PEW) dalam bidang perekonomian.
*catatan:
Peran wanita dalam sejarah GKJW sebenarnya cukup sentral. Hanya saja, text book selama ini menurut kacamata penulis yang notabene Belanda, mengakibatkan peran kaum pribumi terabaikan. Hal ini terbukti dengan peran Amarentia Manuel, istri Johanes Emde serta salah seorang putri mereka. Berdasar kajian ulang, ditengarai Amarentia Manuel-lah yang lebih berperan dalam pemberitaan Kabar Baik kepada orang-orang Jawa. Alasannya, sebagai sesama pribumi, suku Jawa, tentu lebih mudah beradaptasi dan menyelami kebudayaannya ketimbang orang lain yang masih asing. Apalagi, dengan faktor bahasa yang ada, istri Emde tentu lebih menguasainya dengan baik

gkjw.web.id

Minggu, 28 November 2010

Kisah Hidup Kim-Bum

Kalian ada yang mau tau bagaimana kisah hidupnya Kim Bum dari kecil hingga ia debut?? Kalo mau silahkan baca kisah ini yang di ceritain sama ibunya sendiri ^o^.
Kim Bum adalah seorang anak yang memiliki senyum yang menarik. Setiap kali ia tersenyum berseri-seri, matanya akan mengikutinya. Bahkan bagi saya, sebagai ibunya, saya sering menemukan hal yang menarik setiap kali ia tersenyum. Hal ini menyatakan Kim Bum adalah seseorang yang suka tersenyum sejak masih kecil.Walaupun itu adalah hal yang normal untuk seorang bayi tersenyum / tertawa tapi Kim Bum melakukannya lebih sering. Bahkan kalau dia dibawa kerumah kerabat atau tetangga, dia masih tertawa gembira, dan benar-benar menggemaskan.
Senyum Kim Bum sungguh menawan (setuju, bikin meleleh, bikin kelepek2, senyumnya maut sekaliiiii……) , hal ini sudah saya rasakan ketika saya bermimpi selama kehamilan. Suatu hari, saya bermimpi ada tiga babi, dan mereka semua cantik. Aku bawa salah satu dari mereka dalam pelukanku dengan dua lainnya tampaknya melindungi di kiri dan kanan ku. Setelah aku terbangun, aku menyadari bahwa itu adalah mimpi dan berpikir bahwa aku akan melahirkan seorang anak perempuan.
Saya tidak yakin apakah aku terlalu bersemangat untuk memiliki anak saat waktu itu, tapi aku menangis karena terharu, setelah aku terbangun. Namun, 10 bulan kemudian, aku menggendong bayi laki2 kecil yang sangat tampan. Anak ku hanya terlalu tampan. Dia ku sebut The “princess piglet” yaitu indikasiku untuk anak bayi laki-laki yang indah.
Terutama ketika dia melihat seorang penyanyi di dalam sebuah pertunjukan, matanya akan tiba-tiba menjadi luar biasa cerah dan dia akan sangat bersemangat. Dia akan mencoba untuk meniru, seperti orang bersenandung bersama lagu. Aku bertanya pada diriku sendiri apakah dia benar-benar dilahirkan untuk menjadi seorang penyanyi.
Semua ibu akan mengatakan hal seperti ini tentang anak mereka tapi Kim Bum memang multi-talenta ketika ia masih kecil .Selama pesta ulang tahun pertamanya, aku membiarkannya meraih sesuatu yang dia inginkan tidak seperti biasanya ibu-ibu lain bertepuk tangan dan membujuk anak-anak mereka untuk mengambil barang-barang yang mereka inginkan. Namun, aku gugup menonton di sampingnya.
Pertama kali ia mengambil uang, diikuti oleh sebuah pensil. Saya langsung berpikir bahwa hal ini berarti dia akan menjadi kaya melalui belajar.Tapi sekarang sepertinya dia semakin jauh dari tujuan seharusnya ini dia.
Kim Bum ini populer di kalangan anak-anak perempuan di sekitar usianya ketika masih kecil (apalagi sekarang udah gede, bejibun tuh fansnya……). Salah satu alasan nya adalah ketampanannya, yang lainnya mungkin karena kedewasaan, yang tidak benar-benar sesuai usianya. Dia sering menjadi pemimpin di antara anak-anak lainnya.
Selama TK, setiap istirahat makan siang berakhir, gadis-gadis sering mencari Kim Bum dengan buku cerita. Mereka bahkan harus bersaing dengan harapan mendapatkan Kim Bum untuk memilih buku mereka. Kim Bum paling populer di kalangan gadis-gadis, aku tentu menjadi yang paling populer di kalangan kelompok ibu-ibu.
Kim Bum sangat sadar dengan kebersihan. Pertama, ia tidak suka ada kotoran atau noda pada tubuh nya. Suatu hari, neneknya mengatakan kepadanya bahwa “membangun istana pasir akan membantu dalam perkembangan otak”, dan dia percaya, ia pergi ke taman untuk bermain dengan pasir. Ketika itu ia khawatir bahwa pasir mungkin akan menempel ke dalam pakaiannya, dia hanya berjongkok di sana, dan menggunakan dua jari untuk mengaduk pasir.
Ada waktu lain ketika aku membawanya ke tukang rambut tapi ia tidak terlalu puas dengan hasilnya yang keriting. Oleh karena itu, ia sering memakai topi ke jalan-jalan. Aku merasa bahwa dengan sadar kebersihan bisa menjadi salah satu alasan-alasan kedekatan dengan gadis-gadis.
Kim Bum sering menyebutkan tentang mimpinya di masa depan, yang ada di dalam film. Kim Bum suka nonton film, sedemikian rupa sehingga apa pun yang ia berbicara yang garis diadaptasi dari film yang dia saksikan menyaksikan.
Mulai sekitar 3-4 tahun, setiap kali dia menonton film, ia bisa melihatnya sepanjang hari, peduli waktu. Selama di taman kanak-kanak, ia sudah dapat membuat kritik komprehensif pada film-film yang telah dilihatnya, yang benar-benar membuat kita semua kagum.
Ketika, anak-anak di usianya lebih suka bernyanyi daripada nonton film, dan bahkan ingin menjadi seorang penyanyi ketika mereka dewasa. Namun, Kim Bum tidak suka menyanyi. Kadang-kadang,di taman kanak-kanak dan Seni Budaya Dewan akan membiarkannya tampil di panggung, tapi ia hanya berdiri di sana diam.Sebenarnya sebagai seorang ibu, aku sedikit kecewa. Namun, aku senang sekarang bahwa ia telah menjadi aktor yang sangat baik, dan yang paling penting menyadari impian masa kecilnya.Saya merasa bahwa sebenarnya Bum Kim kecil bersikap lebih seperti orang dewasa daripada ibunya.
Pernah bertanya-tanya bgaimana jika Kim Bum bukan seorang aktor, apa yang akan ia lakukan? Mungkin akan menjadi seorang pemain sepak bola. Kim Bum berbakat dalam olah raga dan khususnya suka bermain sepak bola. Sejak di sekolah dasar, ia sering memainkan berperanpenting dalam tim sepak bola sekolah di beberapa sekolah sepak bola antar-kompetisi.
Kim Bum biasanya akan di posisi striker dalam tim. Setiap kali aku pergi untuk mendukung dia, dia akan selalu mencetak gol yang indah, sama seperti apa yang biasanya akan terlihat di TV. Ini membuat saya sangat bangga menjadi ibunya.
Aku ingat sekitar waktu itu, Kim Bum pernah bermimpi untuk menjadi pemain sepak bola terkenal. Ketika ia di sekolah menengah, ia bergabung dengan klub sepak bola sekolah. Untuk ini, ayahnyaeberatan, yang menyebabkan pertentenagn dalam hubungan antara mereka berdua.
Ayahnya berharap, Kim Bum untuk berkonsentrasi pada studinya, tetapi jika ia bergabung dengan klub sepak bola. Namun, Kim Bum tidak mengubah pendiriannya. Dalam tiga tahun , ia bahkan menjadi kapten tim. Tapi satu kejadian mengubah segalanya. Pada tahun yang sama, timnya mengalami kekalahan dari 0-10 di sekolah sepak bola antar-kompetisi.Kim Bum menangis sangat keras setelah itu dan bersumpah untuk tidak bermain sepak bola lagi. Dan memang hal itulah yang terjadi.Melihat itu, kadang-kadang saya akan bertanya “kalau dia tidak benar-benar menjadi pemain sepak bola”.
Kim Bum adalah orang yang kuat. Bahkan jika dia terobsesi dengan hal-hal tertentu, ia akan berusaha mencapainya. Sebelum ia memasuki sekolah dasar, ia tinggal di Sydney, Australia selama sekitar satu tahun di tempat bibi dan nenek. Meskipun ia tidak bisa berbahasa Inggris , ia masih sempat untuk berkomunikasi dengan anak-anak dengan gaya yang sangat alami. Dia kenal banyak teman di sana dan dia bersemangat belajar bahasa Inggris selama di Australia. Saya pernah khawatir bahwa karena ia menikmati tinggal di Australia, bagaimana kalau dia enggan untuk kembali ke Korea Selatan.
Kekhawatiran saya tidak beralasan sekalipun. Ketika saya mengatakan kepadanya bahwa kami akan kembali ke Korea, dia menjawab “ya” tanpa ragu-ragu. Saya merasa bahwa ini menunjukkan tingkat kedewasaan dalam pikirannya. Meskipun ia sangat populer di kalangan anak-anak, tapi dia tidak punya pacar.
Kim Bum juga berusaha setelah ia bertekad untuk menjadi seorang aktor. Ia ikut di berbagai audisi juga ikut kursus akting. Mulai dari sekolah menengah, Kim sering didekati oleh pencari bakat yang menyarankan dia untuk menjelajah lingkungan hiburan. Namun, setelah setahun kerja keras, tapi tidak membuahkan hasil, Kim Bum mulai gelisah.
Tepat pada saat itu Kim Bum bergabung dengan “Survival Bintang Audition” yang diselenggarakan oleh KBS, yang mendorong rasa percaya dirinya secara signifikan. “Survival Star Audition” adalah sebuah agen yang bertujuan untuk menemukan bintang-bintang muda.. Kim Bum, yang berusia 17 tahun, ia bersinar di antara ribuan peserta, dan masuk peringkat sepuluh besar.Namun ia tidak melangkah lebih jauh karena usianya yang masih muda, tetapi tetap mempertahankan posisi ke-8.
Setelah “Survival Star Audition”, Kim Bum mulai menerima peluang. ia berperan sebagai anaknya Yoo Ho Jung dalam “Outrageous Women” dan bermain dalam komedi MBC sitkom “Unstoppable High Kick”, Kim Bum mengumpulkan sedikit popularitas. Dengan ketenaran nya datang juga gosip2. Di Internet dia harus menerima gosip tentang dirinya. Meskipun ini adalah bagian dari menjadi seorang aktor, aku masih menangis setiap kali aku melihat orang-orang berkomentar.
Kim Bum orang yang gigih. Dia berkata padaku, “Mum, jangan melihat komentar-komentar di internet.” Untungnya, komentar negatif tidak terus mengikuti.
Melihat kinerja baru-baru ini, aku tidak bisa berhenti, tetapi untuk mengingat adegan ketika ia menandatangani kontrak dengan agen manajemen. Aku menangis tak terkendali lalu aku khawatir bahwa dia akan dibatasi oleh orang lain. Aku merasa seperti anakku telah diambil dariku.
Kim Bum memegang tanganku dan berjanji: “Mom, tolong percaya padaku.” . Memang, tepat ia tidak mengecewakan saya. Oleh karena itu, saya percaya Kim Bum akan mampu menjadi salah satu aktor terbesar di Korea.

SEJARAH SINGKAT KABUPATEN JOMBANG

Jombang termasuk Kabupaten yang masih muda usia, setelah memisahkan diri dari gabungannya dengan Kabupaten Mojokerto yang berada di bawah pemerintahan Bupati Raden Adipati Ario Kromodjojo, yang ditandai dengan tampilnya pejabat yang pertama mulai tahun 1910 sampai dengan tahun 1930 yaitu : Raden Adipati Ario Soerjo Adiningrat.
   
Menurut sejarah lama, konon dalam cerita rakyat mengatakan bahwa salah satu desa yaitu desa Tunggorono, merupakan gapura keraton Majapahit bagian Barat, sedang letak gapura sebelah selatan di desa Ngrimbi, dimana sampai sekarang masih berdiri candinya. Cerita rakyat ini dikuatkan dengan banyaknya nama-nama desa dengan awalan "Mojo" (Mojoagung, Mojotrisno, Mojolegi, Mojowangi, Mojowarno, Mojojejer, Mojodanu dan masih banyak lagi).
Salah Satu Peninggalan Sejarah di Kabupaten JombangCandi Ngrimbi, Pulosari Bareng Bahkan di dalam lambang daerah Jombang sendiri dilukiskan sebuah gerbang, yang dimaksudkan sebagai gerbang Mojopahit dimana Jombang termasuk wewenangnya Suatu catatan yang pernah diungkapkan dalam majalah Intisari bulan Mei 1975 halaman 72, dituliskan laporan Bupati Mojokerto Raden Adipati Ario Kromodjojo kepada residen Jombang tanggal 25 Januari 1898 tentang keadaan Trowulan (salah satu onderdistrict afdeeling Jombang) pada tahun 1880.
Sehingga kegiatan pemerintahan di Jombang sebenarnya bukan dimulai sejak berdirinya (tersendiri) Kabupaten jombang kira-kira 1910, melainkan sebelum tahun 1880 dimana Trowulan pada saat itu sudah menjadi onderdistrict afdeeling Jombang, walaupun saat itu masih terjalin menjadi satu Kabupaten dengan Mojokerto. Fakta yang lebih menguatkan bahwa sistem pemerintahan Kabupaten Jombang telah terkelola dengan baik adalah saat itu telah ditempatkan seorang Asisten Resident dari Pemerintahan Belanda yang kemungkinan wilayah Kabupaten Mojokerto dan Jombang Lebih-lebih bila ditinjau dari berdirinya Gereja Kristen Mojowarno sekitar tahun 1893 yang bersamaan dengan berdirinya Masjid Agung di Kota Jombang, juga tempat peribadatan Tridharma bagi pemeluk Agama Kong hu Chu di kecamatan Gudo sekitar tahun 1700.
Konon disebutkan dalam ceritera rakyat tentang hubungan Bupati Jombang dengan Bupati Sedayu dalam soal ilmu yang berkaitang dengan pembuatan Masjid Agung di Kota Jombang dan berbagai hal lain, semuanya merupakan petunjuk yang mendasari eksistensi awal-awal suatu tata pemerintahan di Kabupaten Jombang 


sumber = > www.jombangkab.go.id